Sunday, 17 November 2013

Negarawan Sejati

sempet lihat situs salah satu politikus indonesia. dan ada komentar yang bagus banget menurut saya.
beliau berkomentar mengenai negarawan saat ini

Negarawan sejati yang sesungguhnya adalah jutaan rakyat Indonesia yang setiap hari bercururan keringat, banting tulang, yang masih rela menyisihkan hasil kerjanya untuk membayar pajak kepada negara guna pembangunan.Boleh jadi mereka tak pernah mengerti makna negarawan atau bahkan tak pernah punya keinginan untuk dianggap sebagai negarawan. Dengan penuh ketulusan, setiap tahun mereka selalu membayar pajak untuk pembangunan negara. Lebih hebatnya lagi mereka tak pernah menuntut apa-apa dari negara. Disaat pajak yang mereka bayarkan dikorupsi, digelapkan oleh orang-orang yang mengaku “negarawan”, mereka tak pernah marah. Disaat hasil pajak yang seharusnya digunakan untuk pembangunan tetapi ternyata pembangunan juga masih terbengkalai, mereka juga tak pernah mengeluh. Mereka tetaplah mereka yang selalu bekerja dengan ketulusan dan kerjakeras.

Para negarawan sejati tak pernah melakukan kalkulasi untung rugi untuk negara. Segala daya dan upaya selalu dicurahkan untuk kemajuan bangsa dan negara. Lihatlah betapa pahlawan kemerdekaan telah merelakan darahnya hanya untuk tegaknya Indonesia. Para negarawan itu tak pernah berharap mendapatkan sesuatu dari negara, justru berusaha memberikan segalanya untuk negara.

Barangkali jumlah negarawan yang duduk dalam struktur kekuasaan negara saat ini bisa dihitung dengan jari. Atau bahkan sudah tidak ada. Memang saat ini banyak sekali atau hampir seluruh pejabat negara ingin terlihat sebagai negarawan. Setiap hari ia selalu khutbah tentang perjuangan untuk memperbaiki negara, tetapi lupa akan perjuangannnya sendiri. Lebih parah lagi para koruptor yang tanpa malu berbicara tentang etika dan moral tetapi lupa dengan etika dan moralnya sendiri.

Para “negarawan gadungan” ini telah menipu Ibu Pertiwi. Dengan gagah berani mereka duduk di kursi kekuasaan kemudian menjadi pelacur bagi negara asing. Dengan kedok kebijakan pasar global, mereka menjadikan negara ini bak sapi perah bagi pengusaha asing. Mereka bagaikan penjilat yang tak tahu diri. Seolah mereka lupa bahwa mereka telah digaji oleh jutaan rakyat Indonesia.

Negarawan bukanlah simbol belaka. Negarawan juga bukan status sosial. Menjadi negarawan berarti siap mengabdikan diri untuk kepentingan negara. Siap memberikan segala untuk negara bukan siap mengambil segala dari negara. Beberapa kriteria itulah yang harus ada pada sosok pemimpin mendatang. Harapan kita bersama, semoga tahun politik 2013 ini mampu melahirkan sosok negarawan sesungguhnya. Bukan negarawan gadungan.

Para negarawan sejati tak pernah melakukan kalkulasi untung rugi untuk negara. Segala daya dan upaya selalu dicurahkan untuk kemajuan bangsa dan negara. Lihatlah betapa pahlawan kemerdekaan telah merelakan darahnya hanya untuk tegaknya Indonesia. Para negarawan itu tak pernah berharap mendapatkan sesuatu dari negara, justru berusaha memberikan segalanya untuk negara.
Barangkali jumlah negarawan yang duduk dalam struktur kekuasaan negara saat ini bisa dihitung dengan jari. Atau bahkan sudah tidak ada. Memang saat ini banyak sekali atau hampir seluruh pejabat negara ingin terlihat sebagai negarawan. Setiap hari ia selalu khutbah tentang perjuangan untuk memperbaiki negara, tetapi lupa akan perjuangannnya sendiri. Lebih parah lagi para koruptor yang tanpa malu berbicara tentang etika dan moral tetapi lupa dengan etika dan moralnya sendiri.
Para “negarawan gadungan” ini telah menipu Ibu Pertiwi. Dengan gagah berani mereka duduk di kursi kekuasaan kemudian menjadi pelacur bagi negara asing. Dengan kedok kebijakan pasar global, mereka menjadikan negara ini bak sapi perah bagi pengusaha asing. Mereka bagaikan penjilat yang tak tahu diri. Seolah mereka lupa bahwa mereka telah digaji oleh jutaan rakyat Indonesia.
Negarawan bukanlah simbol belaka. Negarawan juga bukan status sosial. Menjadi negarawan berarti siap mengabdikan diri untuk kepentingan negara. Siap memberikan segala untuk negara bukan siap mengambil segala dari negara. Beberapa kriteria itulah yang harus ada pada sosok pemimpin mendatang. Harapan kita bersama, semoga tahun politik 2013 ini mampu melahirkan sosok negarawan sesungguhnya. Bukan negarawan gadungan.Para negarawan sejati tak pernah melakukan kalkulasi untung rugi untuk negara. Segala daya dan upaya selalu dicurahkan untuk kemajuan bangsa dan negara. Lihatlah betapa pahlawan kemerdekaan telah merelakan darahnya hanya untuk tegaknya Indonesia. Para negarawan itu tak pernah berharap mendapatkan sesuatu dari negara, justru berusaha memberikan segalanya untuk negara.Barangkali jumlah negarawan yang duduk dalam struktur kekuasaan negara saat ini bisa dihitung dengan jari. Atau bahkan sudah tidak ada. Memang saat ini banyak sekali atau hampir seluruh pejabat negara ingin terlihat sebagai negarawan. Setiap hari ia selalu khutbah tentang perjuangan untuk memperbaiki negara, tetapi lupa akan perjuangannnya sendiri. Lebih parah lagi para koruptor yang tanpa malu berbicara tentang etika dan moral tetapi lupa dengan etika dan moralnya sendiri.Para “negarawan gadungan” ini telah menipu Ibu Pertiwi. Dengan gagah berani mereka duduk di kursi kekuasaan kemudian menjadi pelacur bagi negara asing. Dengan kedok kebijakan pasar global, mereka menjadikan negara ini bak sapi perah bagi pengusaha asing. Mereka bagaikan penjilat yang tak tahu diri. Seolah mereka lupa bahwa mereka telah digaji oleh jutaan rakyat Indonesia.Negarawan bukanlah simbol belaka. Negarawan juga bukan status sosial. Menjadi negarawan berarti siap mengabdikan diri untuk kepentingan negara. Siap memberikan segala untuk negara bukan siap mengambil segala dari negara. Beberapa kriteria itulah yang harus ada pada sosok pemimpin mendatang. Harapan kita bersama, semoga tahun politik 2013 ini mampu melahirkan sosok negarawan sesungguhnya. Bukan negarawan gadungan.




nb: maaf ya guys, belum sempat posting mengenai kitchen lagi. ;;)

Monday, 11 November 2013

3 X 8 = 23

Hai guys, lama ga nge post nih, mohon maaf ya.
saya baru saja baca tulisan mengenai confusius, saya sangat menyukai nya dan saya langsung teringat untuk membagi nya lewat blog saya. semoga kisah ini bermanfaat ya.


3 x 8 = 23
Yan Hui adalah murid kesayangan Confusius yang suka belajar, sifatnya baik. Pada suatu hari ketika Yan Hui sedang bertugas, dia melihat satu toko kain sedang dikerumunin banyak orang. Dia mendekat dan mendapati pembeli dan penjual kain sedang berdebat.
Pembeli berteriak: "3x8 = 23, kenapa kamu bilang 24?"
Yan Hui mendekati pembeli kain dan berkata: "Sobat, 3x8 = 24, tidak usah diperdebatkan lagi".
Pembeli kain tidak senang lalu menunjuk hidung Yan Hui dan berkata: "Siapa minta pendapatmu? Kalaupun mau minta pendapat mesti minta ke Confusius. Benar atau salah Confusius yang berhak mengatakan".
Yan Hui: "Baik, jika Confusius bilang kamu salah, bagaimana?"
Pembeli kain: "Kalau Confusius bilang saya salah, kepalaku aku potong untukmu. Kalau kamu yang salah, bagaimana?"
Yan Hui: "Kalau saya yang salah, jabatanku untukmu".
Keduanya sepakat untuk bertaruh, lalu pergi mencari Confusius. Setelah Confusius tahu duduk persoalannya, Confusius berkata kepada Yan Hui sambil tertawa: "3x8 = 23. Yan Hui, kamu kalah. Kasihkan jabatanmu kepada dia." Selamanya Yan Hui tidak akan berdebat dengan gurunya. Ketika mendengar Confusius bilang dia salah, diturunkannya topinya lalu dia berikan kepada pembeli kain.
Orang itu mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan puas.Walaupun Yan Hui menerima penilaian Confusius tapi hatinya tidak sependapat. Dia merasa Confusius sudah tua dan pikun sehingga dia tidak mau lagi belajar darinya. Yan Hui minta cuti dengan alasan urusan keluarga. Confusius tahu isi hati Yan Hui dan memberi cuti padanya. Sebelum berangkat, Yan Hui pamitan dan Confusius memintanya cepat kembali setelah urusannya selesai, dan memberi Yan Hui dua nasehat : "Bila hujan lebat, janganlah berteduh di bawah pohon. Dan jangan membunuh."
Yan Hui bilang baiklah lalu berangkat pulang.
Di dalam perjalanan tiba2 angin kencang disertai petir, kelihatannya sudah mau turun hujan lebat. Yan Hui ingin berlindung di bawah pohon tapi tiba2 ingat nasehat Confusius dan dalam hati berpikir untuk menuruti kata gurunya sekali lagi. Dia meninggalkan pohon itu. Belum lama dia pergi, petir menyambar dan pohon itu hancur. Yan Hui terkejut, nasehat gurunya yang pertama sudah terbukti.
Apakah saya akan membunuh orang? Yan Hui tiba dirumahnya sudah larut malam dan tidak ingin mengganggu tidur istrinya. Dia menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya. Sesampai didepan ranjang, dia meraba dan mendapati ada seorang di sisi kiri ranjang dan seorang lagi di sisi kanan. Dia sangat marah, dan mau menghunus pedangnya. Pada saat mau menghujamkan pedangnya, dia ingat lagi nasehat Confusius, jangan membunuh. Dia lalu menyalakan lilin dan ternyata yang tidur disamping istrinya adalah adik istrinya.
Pada keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Confusius, berlutut dan berkata: "Guru, bagaimana guru tahu apa yang akan terjadi?"
Confusius berkata: "Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan turun hujan petir, makanya guru mengingatkanmu untuk tidak berlindung dibawah pohon. Kamu kemarin pergi dengan amarah dan membawa pedang, maka guru mengingatkanmu agar jangan membunuh".
Yan Hui berkata: "Guru, perkiraanmu hebat sekali, murid sangatlah kagum."
Confusius bilang: "Aku tahu kamu minta cuti bukanlah karena urusan keluarga. Kamu tidak ingin belajar lagi dariku. Cobalah kamu pikir. Kemarin guru bilang 3x8=23 adalah benar, kamu kalah dan kehilangan jabatanmu. Tapi jikalau guru bilang 3x8=24 adalah benar, si pembeli kainlah yang kalah dan itu berarti akan hilang 1 nyawa. Menurutmu, jabatanmu lebih penting atau kehilangan 1 nyawa yang lebih penting?"
Yan Hui sadar akan kesalahannya dan berkata : "Guru mementingkan yang lebih utama, murid malah berpikir guru sudah tua dan pikun. Murid benar2 malu."
Sejak itu, kemanapun Confusius pergi Yan Hui selalu mengikutinya.
Cerita ini mengingatkan kita:
Jikapun aku bertaruh dan memenangkan seluruh dunia, tapi aku kehilangan kamu, apalah artinya.
Dengan kata lain, kamu bertaruh memenangkan apa yang kamu anggap adalah kebenaran, tapi malah kehilangan sesuatu yang lebih penting.
Banyak hal ada kadar kepentingannya. Janganlah gara2 bertaruh mati2an untuk prinsip kebenaran itu, tapi akhirnya malah menyesal, sudahlah terlambat.
Banyak hal sebenarnya tidak perlu dipertaruhkan. Mundur selangkah, malah yang didapat adalah kebaikan bagi semua orang.
Bersikeras melawan pelanggan. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
Bersikeras melawan atasan. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
Bersikeras melawan suami. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
Bersikeras melawan teman. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga
Kemenangan bukanlah soal medali, tapi terlebih dulu adalah kemenangan terhadap diri dan lebih penting kemenangan di dalam hati.